Kamis, 22 September 2016

Resume mengenai " Leyla Acaroglu : Paper beats plastic? How to rethink environmental folklore "

Sekarang ini kita sering diberi pertanyaan mengenai apa yang akan kita gunakan saat di supermarket. Apakah itu plastik atau paper bag? Kebanyakan dari kita akan menjawab “Paper Bag” .





Alasannya?

Biodegradable, reuseable, recyclable.

Seringkali plastik membawa kita pada bayangan bahwa plastik membahayakan kehidupan kita karena kita tau bahwa plastik tidak mudah terurai.

Tetapi ada yang tidak terpikirkan dari penggunaan paper bag yaitu hutan. Kita tahu bahwa kertas berasal dari pohon, dan apakah yang terjadi jika semua orang memilih paper bag? Dengan digunakannya kertas maka akan membutuhkan jutaan pohon dan hal itu memiliki dampak besar bagi kehidupan kita sendiri.


Banyak sekali yang mempertanyakan bagaimana mendapatkan material yang ramah lingkungan. Jawabannya bukan pada material apa yang akan digunakan, karena pada dasarnya semua berasal dari alam. Jawaban yang lebih tepat adalah bagaimana cara menyikapi material yang ada agar bisa selaras dan baik untuk alam, karena cara kita menggunakannya-lah yang membawa dampak ke lingkungan.
Jadi kita harus melihat dan meninjau ulang kepada rangka intuisi saat kita membuat keputusan. Karena kita dalam suatu sistem yang rumit dimana terdapat 3 lapisan yaitu :
  1. Manusia – Pada lapisan paling dalam terdapat manusia yang berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain.
  2. Industri – Pada lapisan kedua terdapat sistem industri yang didalamnya terdapat perekonomian.
  3. Ekosistem – Lapisan terluar adalah ekosistem. Ekosistem menjadi sangat penting mengingat sistem industri dan manusia berada di dalamnya sehingga dampak kecil dalam sistem terdalam akan berpengaruh terhadap sistem paling luar.

Ketiga lapisan tersebut harus kita jaga dengan selalu mempertimbangkan dampak-dampak yang mungkin akan terjadi ketika dalam sistem paling dalam melakukan sesuatu.
Pembahasan selanjutnya dimulai dengan Biodegradablility. Merupakan keadaan dimana sesuatu yang natural seperti sisa potongan roti, sisa makanan apapun, atau bahkan lembaran kertas berakhir di lingkungan yang natural, terurai secara natural. Pada kondisi yang baik, sampah organik teroksidadi dan terurai secara baik menjadi karbondioksida. Tetapi pada kenyataannya sampah organik kita lebih banyak berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). TPA tidak baik untuk penguraian sampah organik karena kondisi di TPA yang anaerob dan panas. Kondisi tersebut menyebabkan penguraian menghasilkan gas metana yang 25 kali lipat lebih menyebabkan efek rumah kaca daripada karbondioksida. Berhubungan dengan hal ini, di Amerika para desainer produk semakin lama semakin membesarkan lemari pendingin dengan tujuan memenuhi hasrat konsumen akan lemari pendingin yang lebih baik. Berkat gaya hidup orang Barat inilah, 1,3 milyar ton makanan tebuang sia sia hanya di Amerika Serikat. Bagaimana dengan seluruh dunia?

Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang kelihatannya natural tidak selalu baik apabila kita sendiri tidak mengetahui bagaimana cara memanfaatkannya. Sebenarnya semua­ material yang berasal dari alam dapat kembali ke alam dengan baik tanpa dampak buruk asalkan kita mengetahui bagaimana cara memakai, mengaplikasikan, menjaga, dan menerapkannya. Jadi mari kita menjadi pengguna yang cerdas, elegan, dan cermat serta ahli dalam menemukan solusi untuk masalah seluruh sistem yang ada. Kita bisa memulai dengan menjadi inovator dari masalah yang ada. ITU!  


Rabu, 14 September 2016

Malthus (Resume Bahasa Indonesia)

Kali ini akan membahas beberapa konsep penting dibalik sustainability dengan melihat seberapa awal para pemikir mencemaskan mengenai pertumbuhan populasi. Kekhawatiran mereka yang dahulu saat ini kita rasakan. Berikut diagaram dari populasi dunia :



Dapat dilihat bahwa diagram tidak menunjukkan pertumbuhan yang sustainable tetapi mendekati eksponensional. Populasi dunia saat ini adalah 7 milyar. Rata-rata pertumbuhan populasi di dunia adalah 1% apabila diteruskan maka populasi global akan menjadi dua kali lipat dari populasi saat ini. Bagaimana bila hal ini terjadi di masa lalu? Untungnya Thomas Malthus memikirkan hal ini sekitar 200 tahun yang lalu. Ia memikirkan mengenai pertumbuhan populasi yang tidak sustainable dan menuliskan alasannya pada 1798 dan tulisannya relevan untuk sekarng. Berikut alasannya :
  1. Dia menggaris bawahi bahwa setiap pertumbuhan populasi merupakan eksponensial. Artinya bahwa hal tersebut akan meningkat dua kali lipat pada satu waktu tertentu. Jadi pada grafik angka 1 akan naik ke angka 2, angka 2 ke angka 4, lalu ke angka 8 dan seterusnya. Begitulah pola pertumbuhan secara eksponensial. Apabila kita memiliki 1% rasio pertumbuhan seperti yang terjadi sekarang maka akan ada kenaikan dua kali lipat tiap tahun setiap 70 tahun.
  2. Dia berasumsi bahwa produktivitas agrikultur terjadi secara aritmatika dalam pertumbuhannya atau bisa juga disebut geometris. Hal tersebut akan meningkat bersama waktu dalam satu garis lurus. Jadi dapat dilihat dari angka 2 kemudian ditambahkan 2 untuk setiap kenaikannya dan angka tersebut menunjukkan berapa banyak makanan yang dapat diproduksi per populasi.
Apa yang akan terjadi saat kedua kurva disatukan?
Populasi akan meningkat dengan rasio yang semakin besar sementara produksi makanan meningkat secara konstan. Apabila satu unit makanan dibutuhkan untuk satu unit populasi, apa yang akan terjadi apabila kedua kurva saling berpotongan? Akan terjadi system breakdown. Dimana akan terjadi kelaparan, peperangan, bahkan wabah penyakit untuk mencegah populasi melebihi supply makanan. Poin dari perpotongan kurva inilah yang disebut bencana Malthusian atau Malthusian Catastrophe.
Seperti yang dibahas pada Growth Curves sebelumnya mengenai carriying capacity, kali ini kurva populasi akan dibandingkan dengan carriying capacity. Perpotongan yang terjadi di titik yang sama menjadikan carriying capacity sebagai ketersediaan pangan maksimum. Apabila telah mencapai titik tersebut, populasi akan menurun dan punah sama seperti rusa kutub di Pulau St. Matthew.

Apa yang akan terjadi jika carriying capacity  ditingkatkan da kali lipat? 
Pada postingan sebelumnya, pernah dibahas mengenai IPAT bahwa impact = impact. Peningkatan carriyying capacity tidak akan menghindarkan kita dari titik krisis karena impact akan bertambah seiring dengan bertambahnya carriying capacity itu sendiri. Selain merepresentasikan makanan, carriying capacity juga menunjukkan ketersediaan air, lahan, udara bersih, dan lain sebagainya. Jadi dalam teori Malthus telah ditekankan bahwa standar hidup manusia harus terus menurun dalam jangka panjang.

Lalu apakah prediksi Malthus terbukti benar?
Tidak. Hingga saat ini kita tidak pernah berada pada titik krisis yang Malthus utarakan (mungkin belum). Hal ini diakibatkan kemampuan manusia yang  meningkatkan standar hidupnya sehingga manusia saat ini lebih makmur dan lebih kaya dari manusia terdahulu.

Apakah Malthus salah?
Bisa dibilang teori Malthus meleset sehingga muncul teori baru yang disebut Neo Malthusian yang juga sama-sama meleset. Teori ini ditulis oleh Paul Ehrlich pada 1967 yang menyatakan bahwa krisis baru akan terjadi pada 1970 dan 1980. Kenyataannya, pada 1967 populasi Britania meningkat dua kali lipat dengan keadaan mereka yang juga lebih kaya dan pendapatannya lebih tinggi. Fenomena yang terjadi justru sangat berkebalikan dengan apa yang telah diprediksi. Dokumen agenda 21 dari Earth Summit pada 1992 menyatakan bahwa perubahan signifikan ekonomi dunia dan sistem sosial harus dilakukan untuk menangani isu kesenjangan antar negara, buruknya kemiskinan, kelaparan, wabah penyakit, dan buta huruf juga berkebalikan dengan yang terjadi di dunia. Jadi, ya! Teori Malthus meleset dikarenakan prediksi yang terlalu cepat. Tetapi teori Malthus mengingatkan bahwa suatu saat nanti populasi manusia pasti mencapai batasnya. Dan apakah yang mungkin terjadi? 

Growth Curves by Jonathan Thomkins (Resume Bahasa Indonesia)

Kali ini masih membahas mengenai populasi yang terjadi pada kasus rusa kutub dan sel. Jadi begini...

Pada tahun 1944, 1944 dikirim ke pulai St. Matthew di lepas pantai Alaska. Pulau St. Matthew sendiri memiliki mamalia asli yaitu rubah. Ternyata populasi rusa kutub meningkat pesat pada tahun 1963-1964 yaitu sekitar 6000 ekor dikarenakan tidak adanya predator dan banyaknya sumber makanan bagi mereka. Setelah itu populasi turun secara drastis yaitu 42 ekor karena terjadi kelaparan. Dan pada 1980 tidak ada rusa kutub yang tersisa. Tentu saja sebagai manusia, kita menghindari hal tersebut terjadi pada kita. Nah, apa yang terjadi terhadap rusa kutup merepresentasikan kurva J.


Lain cerita dari sebuah sel  yang sedang dalam isolasi di cawan petri dengan sumber makanan yang terbatas tidak tumbuh secara eksponensial. Seiring dengan berkurangnya persediaan makanan, pertumbuhan sel akan semakin lambat hingga sampai batas maksimal populasi. Hal tersebut merepresentasikan kurva S. Kurva S merupakan kurva untuk suatu sistem yang menyesuaikan dengan keadaan sumber daya yang tersedia. Jadi mungkin pada awalnya sistem akan berkembang pesat tetapi akan melambat seiring dengan carriying capacity.



Sebagai contoh yang lain adalah rumput yang memiliki sumber cahaya matahari terbatas. Meskipun tidak ada predator untuk rumput, saat kita menanam rumput di satu sisi, maka rumput akan tumbuh dan menyebar. Tetapi rumput tidak akan tumbuh melebihi batas tertentu. Batas yang dimaksud adalah saat rumput berada pada keadaan tidak mendapatkan cahaya matahari. Nah, batas inilah yang dimaksud carriying capacity.

Pada kasus rusa kutub, mereka tidak dapat menyediakan kebutuhan makan untuk mereka sendiri di musim berikutnya. Kemudian kondisi ekositem tidak seimbang sehinga mereka mengalami crash atau kepunahan. Tidak akan ada populasi yang dapat melebihi dari carriying capacity. Ketika terjadi crash populasi akan kembali berada di bawah carriying capacity. Berdasarkan perbandingan di atas, dapat dikatakan bahwa kurva S lebih sustainable daripada kurva J karena kurva S tidak mengalami kepunahan atau crash.

Setelah membahas kurva S dan J, maka apa yang sebenarnya menjadi masalah bagi kita? Yang patut kita waspadai adalah kurva yang kita sedang jalani. Karena pada awalnya kedua kurva memiliki pola yang sama. Jadi kita harus bijak dalam melihat apa yang sedang terjadi, apakah kita di kurva S? Atau malah di kurva J? Hal ini dapat dilihat dari 38% lahan di muka bumi yang telah dimanfaatkan untuk pertanian. Lalu bagaimana dengan pemanfaatan yang lainnya? Energi, makanan, lahan dan lain sebagainya? Apakah mencapai batasnya?

Semua pernyataan dan pertanyaan yang telah muncul semakin memperlihatkan bagaimana sustainability sangat dipengaruhi oleh populasi. Kurva pertumbuhan kita pun sebenarnya mulai serupa dengan kurva J dan mungkin akan ada saatnya kita melebihi carriying capacity . hingga kemudian crash . 

The Difference of Marketing 1.0 , 2.0 , an 3.0 by Phillip Kotler (Resume Bahasa Indonesia)

Kali ini akan dibahas mengenai Marketing (lagi), mungkin masih belum banyak yang tau bahwa sebenarnya Marketing sendiri ada Marketing 1.0, Marketing 2.0, dan Marketing 3.0. Berdasarkan Phillip Kotler berikut perbedaannya :

Marketing 1.0
Banyak perusahaan sedang berada dalam Marketing 1.0. Mereka melakukan perkerjaannya dengan baik, mereka sangat efisien dan profitable dalam membuat sesuatu untuk banyak orang. Marketing 1.0 lebih menyasar ke pikiran para pelanggan dan dengan tujuan hanya untuk menarik pelanggan.

Marketing 2.0
Perusahaan memiliki persentase sedikit di dalam marketing 2.0. Dalam marketing 2.0 terdapat konsdisi dimana perusahaan memutuskan untuk mengetahui kepada siapa sebenarnya mereka menjual produknya.  Mereka berubah dari hanya sekedar membuat dan menjual, tetapi produk mereka harus dapat memenuhi database sehingga dapat melihat pergerakan, dan siapakah pelanggannya yang mereka inginkan. Marketing 2.0 lebih menyasar ke hati pelanggan untuk mengetahui banyak hal mengenai pelanggan dan berusaha lebih dekat lagi dengan melayani pelanggan. 

Marketing 3.0
Sedikit perusahaan yang berada pada Marketing 3.0. Tidak pernah ditemukan perusahaan yang melompat dari 1.0 ke 3.0 dan tidak diharuskan pula perusahaan melompat dari 1.0 ke 3.0. Akan lebih baik apabila perusahaan-perusahaan pelan-pelan menapaki setiap tingkatan dari marketing itu sendiri. Marketing 3.0 menginginkan pelanggan yang lebih dari hanya tertarik pada produk mereka. Perusahaan pada Marketing 3.0 lebih menginginkan produk mereka terdapat pada spirit dari para pelanggan. Perusahaan pada Marketing 3.0 lebih mengutarakan kepeduliannya terhadap planet dan mengkampanyekan hal tersebut kepada pelanggan. Nah, dengan kepedulian mereka inilah perusahaan pada Marketing 3.0 secara otomatis mendapatkan tempat khusus di hati para pelanggan. 



Jadi pada intinya saat kita melalukan marketing, satu persatu tahapan tersebut akan kita lalui. Setiap tahapan dari marketing, kita akan memiliki faktor-faktor tambahan lain yang membangun marketing kita untuk naik satu tingkat lagi hingga mencapai Marketing 3.0. Untuk itu marketing membutuhkan kesabaran dan ketelitian dalam melakukannya. Bersemangatlah !!!

Rabu, 07 September 2016

Marketing by Philip Kotler ( Resume Bahasa Indonesia)

Sustainability and Population Growth by Jonathan Tomkin (Resume Bahasa Indonesia)

Sering disebutkan bahwa penyebab dan awal mula dari seluruh isu lingkungan adalah karena populasi manusia yang tidak dapat dikontrol. Untuk memastikan hal tersebut, perlu dikajiulang mengenai asumsi-asumsi tentang pertumbuhan populasi. Cara yang umum untuk mengdeskripsikan ide mengenai isu tersebut adalah persamaan IPAT.

I = P x A x T

I untuk impact, P untuk population, A untuk affluence dan T untuk technology. Pada studi kali ini impact diartikan sebagai sustainability impact yang sama dengan populasi dikalikan dengan konsumsi setiap orang dan impact dari setiap unit yang dikonsumsi. Jadi dalam persamaan matematika impact akan sama dengan impact.

Sustainability Impact = Population X (Consumption/Population) X (Impact/Population)

Dari persamaan diatas dapat diartikan juga bahwa apabila konsumsi meningkat duakali lipat maka impact yang terjadi akan dikalikan dua pula.

Pada awalnya persamaan IPAT terlihat tidak menunjukan adanya keterkaitan antarai satu dengan lainnya, tetapi pada kenyataanya tidak demikian. Sebagi contoh adalah rata-rata dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan di Manhattan lebih rendah dari rata-rata dampak kerusakan di New York. Hal tersebut dikarenakan penggunaan teknologi dan tingkat konsumsi daerah Manhattan lebih rendah dibandingkan daerah lain di Amerika Serikat. Keadaan nyata tersebut akan lebh tepat digambarkan dengan persamaan :

I = P(A,T) X A(P,T) X T(P,A)

Terdapat alasan mengapa IPAT tidak dapat dijadikan suatu alat untuk memprediksi dampak di masa datang yaitu :
  1. Karena persamaan tersebut saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri. Apabila populasi dinaikkan maka kita juga harus menyediakan teknologi yang sesuai dan mencukupi dan itu membutuhkan konsumsi yang banyak pula. Konsumsi yang banyak akan menimbulkan dampak yang juga tinggi.
  2. Seringkali populasi manusia yang tinggi diartikan sebagi tingkat keberhasilan dalam mencapai affluence. Padahal dalam kenyataanya kita harus memaksimalkan kehidupan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan masing masing dengan memperhatikan kesejahteraan, kesehatan, hak asasi dan bahkan kebahagiaan negara itu sendiri. Dalam menghadapi tingginya populasi, setiap negara harus menyadari bahwa dampak lingkungan yang ditimbulkan  akan semakin tinggi.


IPAT tidak dapat dijadikan tolak ukur karena semakin tinggi populasi, semakin banyak tingkat kepuasan yang harus dicapai, dan semakin banyak pula teknologi yang harus tersedia untuk mewujudkan hal tersebut sehingga pada akhirnya dampak terhadap lingkungan akan semakin besar. 

Introduction to Sustainability by Jonathan Tomkin (Resume Bahasa Indonesia)

What is sustainability? Banyak definisi dari pertanyaan tersebut tergantung dari konteks atau area yang berkaitan dengan anda. Sustainable tidak dapat diartikan sebagai sistem yang statis. Studi mengenai sustainability sendiri lebih fokus kepada manusia dan lingkungan alam. Deskripsi lebih lanjut mengenai sustainability adalah bagaimana mempertemukan kebutuhan pada masyarakat sekarang dengan kebutuhan masyarakat di masa depan. Sustainability dibutuhkan untuk  mempertemukan kedua hal tersebut untuk menyeimbangkan masing-masing kebutuhan pada masanya.  Jadi dapat diartikan bahwa sustainable development adalah pengembanan/pembangunan yang dilakukan dengan memperhatikan kelanjutan sistem di dunia agar tidak menimbulkan dampak merugikan pada generasi selanjutnya.





Hal pertama yang dilakukan adalah memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan berdasarkan apa yang terjadi sekarang. Prediksi yang dilakukan tidak hanya prediksi mengenai hal baik yang akan terjadi tetapi juga hal buruk yang akan terjadi dan dihadapi di masa depan. Prediksi yang dilakukan pada tahun 1987, 1999, dan 2002 menyimpulkan bahwa sustainability saat ini fokus pada masalah-masalah dan kebutuhan terhadap populasi manusia dan kesehatan, agrikultur dan pangan, spesies dan ekosistem, energi, serta kebutuhan terhadap air. Hal – hal tersebut juga berhubungan satu sama lain, seperti kebutuhan agrikultur terhadap air. Solusi yang timbul harus dipertimbangkan berdasarkan faktor-faktor lain yang mungkin akan ikut muncul seperti kemungkinan negara-negara maju menerapkannya dan kemungkinan negara-negara berkembang mengikuti langkah-langkah yang dilakukan negara maju. Karena faktor-faktor seperti sumber daya manusia dan material sangat mempengaruhi kemampuan penerapan konsep sustainability yang dibangun. Selain itu konsep sustainability uang dibangun juga harus memerhatikan kelangsungan hidup alam, entah itu iklim, keindahan alam, dan kelangsungan makhluk hidup pada ekosistemnya.